Resensi buku “Sang Pemimpin”

 

Judul Buku   : “Sang Pemimpin

Pengarang    : Jim Clemmer

Penerbit       : Kanisius

Tebal             : 306 halaman

Buku ini memberikan pemaparan mengenai prinsip-prinsip kepemimpinan dan ditulis bagi para pemimpin dalam suatu organisasi, termasuk bagi para supervisor, pimpinan kelompok, manajer, maupun eksekutif. Buku ini menampilkan berbagai kutipan, anekdot, ilustrasi cerita dan komentar-komentar yang memberikan wawasan, sehingga membuat isinya terasa lebih ringan untuk dibaca dan dipahami. Karena itu, buku ini berguna untuk memperkaya dan memberikan informasi mengenai kepemimpinan kepada para pembaca. Buku ini memberikan dorongan untuk menumbuhkan kepemimpinan kita dari dalam menuju ke luar. Dengan demikian, buku sangat baik untuk memberikan motivasi bagi para pemimpin.

Penulis buku ini tidak berusaha memberikan saran-saran tentang bagaimana menumbuhkan kepemimpinan kita, melainkan dia menyajikan hasil-hasil penelitian, pengalaman, ilustrasi, dan saran-saran yang bisa kita terapkan. Dia tidak mendikte pembaca, melainkan mempersilahkan pembaca untuk memilih sendiri, mana yang cocok bagi situasi pembaca itu sendiri (hal. 11).

Setiap pembahasan dalam buku ini selalu diawali dengan kata-kata atau kalimat atau ungkapan dari para tokoh yang memberikan motivasi dan bermakna yang sangat mendalam. Misalnya: ‘Jadilah Pemenang, Bukan Korban’, ‘Semua Dikobarkan’,  ‘Inilah pekerjaanku”. Di samping itu, tulisan dalam buku ini banyak didukung dengan berbagai hasil riset atau studi, survei maupun penelitian untuk memberikan penjelasan pada suatu pernyataan, misalnya tentang permasalahan kepemimpinan (hlm. 176).

Kalimat-kalimat yang disampaikan dalam buku ini banyak memberikan berbagai motivasi bagi para pemimpin. Jika seseorang menyukai pekerjaannya, ia tidak perlu didorong-dorong untuk memberikan yang terbaik dalam mengerjakannya (hlm.149). Ini mendorong pembaca untuk bertindak melakukan sesuatu karena kemauan dan komitmen. Budaya komitmen sangat penting bagi performa yang tinggi. Contoh dalam bagian ini diambil dari karyawan di Amerika Serikat (hlm. 10). Kami setuju pentingnya untuk membangun kemauan dan komitmen dalam diri seseorang terutama bagi para pemimpin.

Jim Clemmer dengan gamblang membedakan peran dan fungsi yang berbeda antara seorang Manajer dengan seorang Pemimpin, dalam topik “Manajemen vs Kepemimpinan” (hal. 17). Tugas seorang Manajer adalah mengatur pekerjaan, yang meliputi aset-aset fisik, proses-proses dan sistem-sistem, sedangkan seorang Pemimpin bertugas memimpin orang-orang termasuk para pelanggan, rekan dari luar organisasi, dan tentu saja orang-orang di seluruh Tim dalam Organisasi tersebut. Bahwa Manajemen dan Kepemimpinan merupakan dua kekuatan yang saling melengkapi, dimana keduanya harus bekerjasama dalam peranan simbiosis.

Sebuah indikator kegagalan manajemen terhadap orang-orang yang tidak memiliki semangat dan kehilangan komitmen adalah ketidakhadiran (hlm. 151). Membuat pekerjaan menjadi sesuatu yang lebih menyenangkan adalah cara terbaik untuk mempengaruhi motivasi dan rasa puas terhadap pekerjaan. Jika seseorang menyenangi pekerjaan maka sekaligus ia akan memperoleh keuntungan. Para pemimpin menginspirasi orang dari dalam. Mereka menyalakan semangat internal yang membakar motivasi diri. Semangat produktivitas meningkat sejalan dengan meningkatnya produktivitas semangat kita. Kita tidak dapat memisahkan komitmen dan perhatian dari efisiensi dan efektivitas (hlm. 153).

Fungsi kepemimpinanlah yang menanamkan sebuah keterpancangan emosi pada orang-orang mengenai apa yang mereka kerjakan. Mengutip dari Daniel Goleman, penulis menguraikan bahwa para pemimpin besar menggerakkan kita. Mereka menyalakan semangat kita dan mengilhami kita dengan hal-hal yang terbaik. Kepemimpinan yang hebat bekerja melalui emosi-emosi (hlm. 154). Hal ini mendorong seseorang untuk mengerjakan lebih dari yang diminta. Kerelaan untuk berjalan melampau apa yang diminta (hlm. 159).

Melalui kisah dua orang manajer (Joel dan Denise) menunjukkan contoh manajemen dan kepemimpinan. Contoh ini memberikan gambaran perbedaan keduanya menjadi lebih jelas (hlm. 162-163). Di samping itu, penulis juga memberikan prinsip-prinsip bisnis dari Wal-Mart sebagai berikut (hlm. 165):

Kami menilai prinsip-prinsip ini sangat baik untuk dapat diterapkan dalam kepemimpinan yang kita jalankan.

Membangun persekutuan melalui keterlibatan dan partisipasi adalah kepemimpinan yang kuat yang membawa hasil performa yang tinggi (hlm. 166).

Seseorang yang memperoleh hasil-hasil yang paling memuaskan bukanlah selalu seseorang yang memiliki pikiran yang paling cemerlang, melainkan seseorang yang paling dapat mengoordinasikan pikiran-pikiran dan bakat-bakat dari para rekannya (hlm. 170).

Dalam kepemimpinan loyalitas, komitmen yang rendah menghabiskan biaya yang besar. Dalam mempertahankan orang-orang terbaik, seorang pemimpin hanya akan menuntut tingkat loyalitas seperti yang dia sendiri berikan kepada orang lain (hlm. 173). Pemimpin yang kuat adalah magnet. Dari sini pemimpin dapat memberikan keteladanan yang baik.

Buku ini juga menyajikan contoh-contoh kasus yang sering terjadi di kalangan perusahaan-perusahaan atau organisasi-organisasi. Jim memberikan contoh kasus bagaimana seorang manajer mengeluh berat tentang menurunnya etos kerja dan bagaimana tidak seorangpun merasa bangga akan pekerjaannya lagi. Manajer itu telah mencoba sebuah kampanye tentang “teknik slogan” untuk meningkatkan semangat dan layanan, tetapi apapun efek yang ditimbulkannya, semua hanya sementara. Dalam beberapa minggu, layanan kembali biasa-biasa saja seperti dahulu. Lalu buku ini memberikan contoh-contoh menangani masalah tersebut dengan melakukan strategi-strategi dimana para pemimpin bekerja dari dalam untuk memberikan inspirasi orang-orang untuk memotivasi diri mereka sendiri. Jadi, bukan lagi pemimpin memotivasi para pekerja yang di bawah tanggung-jawabnya, namun pemimpin cukup memberikan inspirasi yang menimbulkan ide dan semangat kepada para pekerja untuk memotivasi diri mereka sendiri.

Buku ini menunjukkan “SUMBER-SUMBER ENERGI”. Orang-orang memang bekerja demi uang, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa mereka juga bekerja demi kesenangan. Penurunan loyalitas dan komitmen bisa disebabkan oleh karena pekerja tidak menikmati pekerjaan mereka; tidak merasa senang dengan pekerjaan mereka. Buku ini membuka rahasia tentang faktor apa yang dapat menurunkan loyalitas dan komitmen pekerja, yaitu: tidak menikmati pekerjaan mereka (hal. 260).Uang tidak memotivasi kebanyakan orang untuk menaikkan performanya. Karyawan yang merasa tidak diberi kompensasi sebagaimana seharusnya, dapat menurunkan motivasi. Tetapi pekerja yang merasa diperlakukan dengan adil, maka kerja dan performa yang telah terinspirasi akan tetap baik (hal. 261).

Buku ini menunjukkan kekeliruan prediksi para manajer yang mengira bahwa faktor terbesar yang memberikan tingkat motivasi tertinggi dalam para pekerja adalah: gaji, kondisi-kondisi kerja dan disiplin yang jelas. Padahal hasil survey yang dilakukan kepada para pekerja menunjukkan pendapat mereka bahwa faktor yang sebenarnya dapat memotivasi mereka adalah: apresiasi sepenuhnya untuk pekerjaan yang telah mereka selesaikan, perasaan  bahwa mereka menjadi bagian dari pekerjaan tersebut, dan bantuan yang simpatik dalam masalah-masalah personel (hal. 261). Jadi, buku ini memberikan pencerahan yang jelas mengenai akar permasalah yang sesungguhnya, dimana ternyata acap kali seorang manajer salah mengenali akar permasalahan.

Buku ini menunjukkan faktor-faktor apa yang sesungguhnya memotivasi para pekerja, yang seringkali tidak dapat ditangkap oleh seorang manajer dari kaca mata dia. Dengan demikian menjadi petunjuk untuk bagaimana mengenali faktor-faktor tersebut dan mengaplikasikannya sehingga perusahaan dapat melakukan terobosan-terobosan dengan lonjakan motivasi yang telah terinspirasi. Studi-studi menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia yang sebenarnya adalah jauh dari semata-mata mengharapkan imbalan, seperti yang diyakini kebanyakan manajer. Orang-orang ingin memiliki kebanggaan akan pekerjaan mereka, menjadi bagian dari sebuah tim yang jaya dan menjadi bagian dari sebuah organisasi yang mereka percaya. Krisis semangat dalam organisasi terutama diakibatkan oleh kekecewaan atas kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Di dalam topik “Kepemimpinan yang Melayani”, mengutip tulisan karya Dee Hock, Jim Clemmer mengajak kita untuk menguji kembali konsep kepemimpinan “atasan dan bawahan” dan mengikuti pandangan yang baru yang dirintis oleh Robert Greenleaf dalam sebuah buku yang ditulisnya, dengan judul : Sevant-Leadership: A Journey into Legitimate Power and Greatness,  yang segera diterima oleh banyak orang. Konsep Kepemimpinan yang melayani menempatkan pelayanan terhadap orang lain – termasuk para karyawan, pelanggan, dan komunitas – sebagai prioritas nomor satu. Mempedulikan dan melayani orang-orang garis depan akan memobilisasi mereka untuk peduli terhadap, dan melayani organisasi dan para pelanggannya (hal. 265-266).

Dalam sub-topik “Para pemimpin yang melayani menyingkirkan hal-hal yang menguras tenaga”, Clemmer mengisahkan bagaimana seorang manajer bernama Chris menghadapi pekerja yang memiliki semangat, produktivitas unit dan layanan pelanggan yang rendah. Mereka adalah orang-orang berhati kecil, padam semangatnya, dan mulai takut akan pekerjaan mereka. Kemudian The Clemmer Group bekerjasama dengan organisasi Chris dalam sebuh program pengembangan kepemimpinan, dengan konsep Kepemimpinan yang Melayani. Buku ini menceriterakan langkah-langkah apa saja yang dilakukan Chris sampai  orang-orang mulai bekerja dengan produktivitas, kualitas, layanan pelanggan, dan semangat yang melonjak tinggi.

Buku ini juga mengungkapkan hebatnya sebuah kekuatan tim, yakni ‘KEKUATAN DALAM JUMLAH’ , yaitu bahwa ‘Bekerja bersama menghasilkan energi yang luar biasa’.  Jim mengutip pernyataan Jack Welch, pimpinan dan CEO, General Electric, bahwa dia memang tidak selalu menjadi pria paling pandai di dalam ruangan, tetapi dia selalu berusaha menemukan yang terbaik, yakni orang-orang yang lebih pintar dari dia (hal. 268). Ada sebuah kalimat yang sangat menyemangati, begini : “Kerjasama tim membuat orang-orang dengan kemampuan rata-rata mampu mencapai hasil di atas rata-rata”. Sebuah pepatah Jepang mengajarkan : “tidak satupun dari kita sepintar kita semua” (hal. 269). Penelitian menunjukkan bahwa kerja sama tim jauh lebih efektif dari pada usaha perseorangan. Berbagai studi dan latihan pengembangan tim secara terus-menerus membuktikan bahwa performa kelompok mengalahkan performa perseorangan (hal. 269).

Diungkapkan juga bahwa menyebutkan sekelompok orang sebagai sebuah tim tidaklah (belumlah – pen) membuat mereka menjadi sebuah tim. Tanpa kepemimpinan tim yang kuat, banyak kelompok tidak akan menjadi tim. Buku ini juga menguraikan kiat-kiat untuk bagaimana dapat membangun tim-tim berperforma tinggi. Dijelaskan apa saja yang dibutuhkan untuk mentransformasikan kelompok-kelompok menjadi tim-tim berperforma tinggi (hal. 272-275).

Motivasi dan inspirasi akan menggerakkan orang-orang sehingga mereka bekerja dengan performa tinggi. Dijelaskan dalam buku ini bahwa motivasi dan inspirasi dapat dibangun dengan memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia akan  pencapaian, sebuah rasa ikut memiliki, pengakuan, penghargaan akan diri sendiri, perasaan kontrol atas hidupnya dan seterusnya (hal. 276). Pengakuan atau penghargaan dari orang-orang yang opininya kita hargai menimbulkan energi yang luar biasa. Sebaliknya, tidak adanya pengakuan dan penghargaan dari atasan akan menghasilkan keluhan-keluhan para pekerja, dimana hal ini akan merupakan kontributor terbesar bagi turunnya semangat dan motivasi diri, dan sering menjadi salah satu alasan terbesar mengapa orang-orang meninggalkan organisasinya untuk bekerja di tempat lain.

Masih banyak lagi yang diuraikan di dalam buku ini, misalnya tentang Roda Kepemimpinan yang merupakan prinsip-prinsip kepemimpinan yang abadi. Secara garis besar, buku ini memiliki gaya bahasa yang mudah dipahami, sederhana dan sangat inspiratif. Buku ini mengungkapkan apa yang salah pada para manajer, untuk kemudian mengubahnya menjadi para pemimpin yang luar biasa. Jim Clemmer memberi kita sebuah pendekatan yang berwawasan, yang berdasarkan akal sehat, terhadap dilema-dilema kepemimpinan sehari-hari. Buku ini menuntun kita menuju sebuah pemahaman yang akan mengubah tantangan-tantangan kepemimpinan menjadi kesempatan-kesempatan bagi pertumbuhan. Buku ini layak menjadi buku pegangan wajib bagi calon-calon pemimpin Kristen.

Pos ini dipublikasikan di resensi buku. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar